Saat seseorang duduk di kepalamu

Kau hadir saat aku sedang memaki takdir. Mencaci semesta dan segala bentuk cerita yang membuatku derita. Kau hadir dengan sebuah ulasan sunggingan biasa. duduk dibawah temaram senja yang ditemani rintik hujan,

Kau masih disana. Hadir. Hidup dalam setiap deretan kata-kata rindu dalam larik-larik syair yang tak pernah sekalipun berani kuberikan. Hanya berani kutuliskan dengan degup harapan kau akan membacanya, mengerti, bahwa aku masih disini. Menanti,

Aku tak punya nyali untuk menyampaikan rindu yang begitu menggebu, terlalu ragu-ragu bahwa kau akan menolaknya, mengatakan bahwa kau tak lagi disana. Hatimu tak lagi tersedia untukku. Aku hanya berusaha menyembunyikannya sendirian, membenamkan rindu yang keras kepala meminta diutarakan. Menyakitkan? Iya. Tapi itu lebih baik daripada aku menyampaikannya dan skenario imajinasiku diatas terjadi. Aku tak sanggup menderita untuk kesekian kali,

Lalu. kini selagi gerimis yang menemani, setiap rindu yang hadir dalam kepala, kusampaikan dalam sebuah doa. Menjagamu dalam sujud kepada pencipta. Walau aku yakin kau tak akan pernah tahu. Biarlah. Mencintaimu dalam bisu menjadi pilihan teraman untuk menyelamatkan hatiku dari sakit tak karuan karena melihatmu sekarang mampu melepaskanku yang kini sendirian.

Dan kau tau hal paling menyedihkan dari sebuah perpisahan? Orang yang dulu mati-matian memintamu untuk bertahan, tetapi sekarang memilih untuk berjalan sendirian. Melepaskan genggaman lalu pergi meninggalkan. Tanpa sebuah pesan. Tanpa sebuah catatan. Hanya sebuah sakit yang tak bisa dijelaskan.

Lalu bagian terburuknya? Bayangmu ternyata masih menjadi candu yang membuat rinduku berteriak minta temu; tapi yang kutemukan hanya sebuah sendu dalam bentuk sajak-sajak pilu.

Comments

Popular posts from this blog

Jatuh cinta

Aku rindu

Mencintaimu